Setelah IN-2: Apa yang Berubah pada Cara Guru Mengajar dan Berpikir Komputasional?
Program In Service Training 2 (IN-2) dalam Koding KKA bukan sekadar pelatihan lanjutan — ia menjadi titik balik penting bagi guru untuk bertransformasi dalam cara mengajar dan berpikir. Setelah melewati tahap ini, banyak guru mulai melihat pembelajaran bukan hanya sebagai proses transfer ilmu, tetapi sebagai proses membangun cara berpikir komputasional yang kreatif dan solutif.
1. Dari Pengajar ke Fasilitator Pembelajaran
Sebelum mengikuti IN-2, banyak guru masih berperan sebagai pusat pembelajaran — menjelaskan, memberi contoh, lalu menilai hasil akhir siswa. Namun setelah mengikuti IN-2, paradigma itu mulai bergeser. Guru kini menjadi fasilitator yang mendorong siswa untuk bereksperimen, mencoba, dan menemukan solusi sendiri melalui proyek koding.
Mereka tidak lagi hanya “mengajar koding”, tetapi membantu siswa belajar melalui koding — melatih logika, kreativitas, dan kolaborasi.
2. Penerapan Berpikir Komputasional dalam Setiap Aktivitas
Salah satu perubahan terbesar setelah IN-2 adalah meningkatnya kemampuan guru dalam menerapkan berpikir komputasional (computational thinking).
Kini, guru lebih terbiasa memecah masalah menjadi bagian-bagian kecil, mengenali pola, dan menyusun langkah-langkah logis untuk mencari solusi — tidak hanya dalam koding, tetapi juga dalam merancang kegiatan belajar sehari-hari.
Pendekatan ini membuat pembelajaran menjadi lebih terstruktur, efisien, dan menyenangkan.
3. Mengubah Kelas Jadi Ruang Eksperimen
IN-2 mendorong guru untuk berani mencoba hal baru di kelas. Kini, banyak guru yang mengintegrasikan proyek koding sederhana dalam pelajaran lain, seperti sains, matematika, bahkan seni.
Kelas menjadi lebih interaktif dan berorientasi pada proyek nyata (project-based learning). Siswa tidak hanya mendengarkan, tetapi juga mencipta — membangun program, membuat simulasi, atau merancang solusi digital yang relevan dengan kehidupan mereka.
4. Kolaborasi dan Komunitas Guru Semakin Kuat
IN-2 juga memperkuat budaya kolaborasi antar guru. Melalui forum diskusi, praktik bersama, dan refleksi pembelajaran, para guru saling berbagi ide, tantangan, dan inovasi.
Hal ini menciptakan ekosistem belajar yang hidup, di mana guru tidak berjalan sendiri, tetapi tumbuh bersama sebagai komunitas pembelajar digital.
5. Pola Pikir Baru: Belajar Sepanjang Hayat
Setelah IN-2, guru mulai menyadari bahwa belajar teknologi bukan tujuan akhir, melainkan perjalanan yang berkelanjutan. Mereka kini lebih terbuka terhadap pembaruan, lebih percaya diri menghadapi tantangan digital, dan siap terus belajar untuk mengikuti perkembangan zaman.

